Kebudayaan Suku Aceh - Nusantara Indonesia

Tuesday, June 6, 2017

Kebudayaan Suku Aceh

Suku Aceh (bahasa AcehUreuëng Acèh) adalah nama sebuah suku penduduk asli yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman Provinsi AcehIndonesia. Suku Aceh mayoritas beragama Islam.

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Aceh, berikut kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki Suku Aceh:

Hasil gambar untuk suku aceh
Image: alamraya-street.blogspot.com

Bahasa

Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-Chamik, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rhade, Chru, Utset dan bahasa-bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamik, yang dipertuturkan di Kamboja, Vietnam, dan Hainan. Adanya kata-kata pinjaman dari bahasa bahasa Mon-Khmer menunjukkan kemungkinan nenek-moyang suku Aceh berdiam di Semenanjung Melayu atau Thailand selatan yang berbatasan dengan para penutur Mon-Khmer, sebelum bermigrasi ke Sumatera. Kosakata bahasa Aceh banyak diperkaya oleh serapan dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab, yang terutama dalam bidang-bidang agama, hukum, pemerintahan, perang, seni, dan ilmu. Selama berabad-abad bahasa Aceh juga banyak menyerap dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau adalah kerabat bahasa Aceh-Chamik yang selanjutnya, yaitu sama-sama tergolong dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat.

Dialek-dialek bahasa Aceh yang terdapat di lembah Aceh Besar terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Tunong untuk dialek-dialek di dataran tinggi dan Baroh untuk dialek-dialek dataran rendah. Banyaknya dialek yang terdapat di Aceh Besar dan Daya, menunjukkan lebih lamanya wilayah-wilayah tersebut dihuni daripada wilayah-wilayah lainnya. Di wilayah Pidie juga terdapat cukup banyak dialek, walaupun tidak sebanyak di Aceh Besar atau Daya. Dialek-dialek di sebelah timur Pidie dan di selatan Daya lebih homogen, sehingga dihubungkan dengan migrasi yang datang kemudian seiring dengan peluasan kekuasaan Kerajaan Aceh pasca tahun 1500.

Sekelompok imigran berbahasa Chamik tersebut mulanya diduga hanya menguasai daerah yang kecil saja, yaitu pelabuhan Banda Aceh di Aceh Besar. Marco Polo (1292) menyatakan bahwa di Aceh saat itu terdapat 8 kerajaan-kerajaan kecil, yang masing-masing memiliki bahasanya sendiri. Perluasan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan pantai lainnya, terutama Pidie, Pasai, dan Daya, dan penyerapan penduduk secara perlahan selama 400 tahun, akhirnya membuat bahasa penduduk Banda Aceh ini menjadi dominan di daerah pesisir Aceh. Para penutur bahasa asli lainnya, kemudian juga terdesak ke pedalaman oleh para penutur berbahasa Aceh yang membuka perladangan.

Pemerintah daerah Aceh, antara lain melalui SK Gubernur No. 430/543/1986 dan Perda No. 2 tahun 1990 membentuk Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA), dengan mandat membina pengembangan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di Aceh. Secara tidak langsung lembaga ini turut menjaga lestarinya bahasa Aceh, karena pada setiap kegiatan adat dan budaya, penyampaian kegiatan-kegiatan tersebut adalah dalam bahasa Aceh. Demikian pula bahasa Aceh umum digunakan dalam berbagai urusan sehari-hari yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintahan di Aceh.

Makanan khas

Hasil gambar untuk makanan nasi gurih


Masakan Aceh terkenal banyak menggunakan kombinasi rempah-rempah sebagaimana yang biasa terdapat pada masakan India dan Arab, yaitu jahe, merica, ketumbar, jintan, cengkeh, kayu manis, kapulaga, dan adas. Berbagai macam makanan Aceh dimasak dengan bumbu gulai atau bumbu kari serta santan, yang umumnya dikombinasikan dengan daging, seperti daging kerbau, sapi, kambing, ikan, dan ayam. Beberapa resep tertentu secara tradisional ada yang memakai ganja sebagai bumbu racikan penyedap; hal mana juga ditemui pada beberapa masakan Asia Tenggara lainnya seperti misalnya di Laos, namun kini bahan tersebut sudah tidak lagi dipakai.

Makanan

  • Ayam Tangkap
  • Nasi Guri
  • Eungkot Paya
  • Mie Aceh
  • Kanji Rumbi
  • Sate Matang, Dll.
Kudapan
  • Timphan
  • Keukarah
  • Meuseukat
  • Kanji Rumbi
  • Pulot
  • Rujak Aceh, Dll.
Tarian

Hasil gambar untuk tari seudati
Image: nusantaraindonesia-news.blogspot.com

Tarian tradisional Aceh menggambarkan warisan adat, agama, dan cerita rakyat setempat. Tari-tarian Aceh umumnya dibawakan secara berkelompok, di mana sekelompok penari berasal dari jenis kelamin yang sama, dan posisi menarikannya ada yang berdiri maupun duduk. Bila dilihat dari musik pengiringnya, tari-tarian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam; yaitu yang diiringi dengan vokal dan perkusi tubuh penarinya sendiri, serta yang diiringi dengan ensambel alat musik.

Tarian-tarian suku Aceh:
  1. Tari Seudati
  2. Tari Rateb Meuseukat
  3. Tari Likok Pulo
  4. Tari Laweut
  5. Tari Pho
  6. Tari Ratoh Duek
Demikian adalah kebudayaan suku Aceh yang dapat saya berikan, semoga informasi ini bermanfaat. Terimakasih.
Comments


EmoticonEmoticon