Suku Dani |
Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
Suku ini pertama kali diketahui di Lembah Baliem diperkirakan sekitar ratusan tahun yang lalu. Dan orang yang pertama berinteraksi dengan suku ini adalah tim penyidik asal Amerika Serikat yang dipimpin oleh Richard tahun 1935.
Pakaian Adat
Pakaian adat Suku Dani untuk pria menggunakan ''koteka'' (yaitu penutup kemaluan pria). Koteka terbuat dari kunden (labu kuning). Sedangkan pakaian adat para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari rumput/serat.
Bahasa Suku Dani
Suku Dani memiliki 3 sub keluarga bahasa, yaitu:
- Sub keluarga Wano di Bokondini
- Sub keluarga Dani Pusat yang terdri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa.
- Sub keluarga Nggalik & ndash
Bahasa suku Dani termasuk keluarga bahasa Melansia dan bahasa Papua tengah (secara umum).
Kepercayaan
Kepercayaan dasar suku Dani masih menganut kepercayaan menghormati roh nenek moyang. Upacara kepercayaan diselenggarakan dengan pesta babi. Konsep kepercayaannnya adalah Atou, yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki). Kekuasaan sakti tersebut meliputi:
- kekuatan menjaga kebun
- kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala
- kekuatan menyuburkan tanah.
Sebagai tanda untuk menghormati nenek moyangnya mereka membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain itu juga ada upacara keagamaan yang disebut Kaneka Hagasir menyejahterakan keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga, yaitu :
1. Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).
2. Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)
3. Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
Pernikahan
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang disebut silimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 dan 4 slimo yang dihuni 8 dan 10 keluarga.
Kesenian
Masyarakat Dani mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong jaring penutup kepala dan pegikat kapak. Selain itu juga terdapat beberapa peralatan yang terbuat dari bata seperti Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok, dan Panah sege.
Politik dan Kemasyarakatan yang Bersahaja
Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong, kehidupan masyarakat Dani memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong
- Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat atau kepala suku
- Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan berdasarkan kesatuan teritorial.
- Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang sendiri & ndash; sendiri, mereka adalah : Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah kain untuk pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
- Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua, tetapi masih mampu mengatur urusannya dalam satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain pemeliharaan kebun dan Bahi serta melerai pertengkaran.
- Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani : Pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi. Tanaman umum yang mereka tanam adalah Umbi manis pisang, tebu, dan tembakau. Selain berkebun, mata pencaharian suku Dani adalah beternak babi. Babi memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari suku Dani. Kandang Babi bernama wamai (wam = babi; ai = rumah) berupa bangunan berbentuk empat persegi panjang yang bentuknya hampir sama dengan hunu.
Kegunaan Babi bagi masyarakat Dani :
- Dagingnya untuk dikonsumsi
- Darahnya dipakai dalam upacara magis
- Tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan
- Tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas ubi
- Sebagai alat pertukaran/barter
- Menciptakan perdamaian bila ada perselisihan
Suku Dani berdagang dengan masyarakat sekitar dengan barang-barang yang diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, kayu, serat, kulit binatang, dan bulu burung.
Rumah Adat
Rumah adat suku Dani disebut dengan Honai dan Ebe’ai. Ukurannya tergolong kecil dengan bentuk bundar, berdinding kayu dan beratap jerami. Namun, ada pula rumah yang bentuknya persegi panjang. Rumah jenis ini namanya Ebe'ai (Honai Perempuan). Perbedaan antara Honai dan Ebe'ai terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki, sedangkan Ebe'ai (Honai Perempuan) dihuni oleh perempuan.
Tradisi Potong Jari
Salah satu tradisi yang tidak lazim di masyarakat suku Dani adalah tradisi potong jari. Tradisi tersebut dilakukan dengan cara menunjukkan kesedihan dan rasa duka cita ditinggalkan anggota keluarga yang meninggal dunia. Mereka melakukan potong jari untuk mengembalikan kembali perasaan sakit akibat kehilangan. Bukan cuman satu jari saja yang dipotong, bahkan kadang sampai semua jarinya dipotong. Namun dari beberapa sumber, tradisi ini hanya berlaku bagi kaum wanita saja. Seiring berkembangnya jaman dan masuknya agama-agama, tradisi potong jari ini sudah hampir ditinggalkan.